Akhirnya Dicabut juga Izin Wimax Internux
Kamis, 25 Februari 2010
Jakarta - Kementerian Kominfo akhirnya menyatakan siap mencabut izin prinsip penyelenggaraan broadband wireless access (BWA) yang dimenangkan oleh PT Internux.
Pencabutan akan dilakukan karena pemenang tender Wimax di pita 2,3 GHz itu gagal membayar kewajibanupfront fee dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi pada negara.
Menurut Kepala Pusat Informasi Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa Broto, pencabutan izin Internux akan dilakukan dalam waktu dekat setelah pihak Kominfo dan Ditjen Postel selesai melakukan investigasi dan verifikasi.
"Verifikasi perlu dilakukan sebelum pencabutan supaya tidak ada gugatan balik nantinya. Ini prosedur standar,"
Internux sendiri akan dibatalkan kemenangannya karena dinilai gagal membayar kewajiban hingga batas akhir peringatan ketiga yang dikeluarkan pemerintah pada 20 Februari 2010.
"Kami sempat menerima pembayaran dari Internux pada tanggal 19 Februari lalu, namun ternyata jumlahnya tidak sesuai dengan nilai yang harus dibayarkan. Di dalam aturan tidak dibolehkan untuk mencicil," kata Gatot.
Meski demikian, Kominfo dan Postel akan melakukan verifikasi terlebih dulu sebelum mencabut. Internux yang memenangkan zona BWA di Jabodetabek memiliki kewajiban untukupfront fee sebesar Rp 110,033 miliar. Belum termasuk BHP frekuensi.
"Siapa tahu mereka sudah transfer. Tapi kalau ternyata belum masuk, izin akan langsung dicabut dan uang mereka akan dikembalikan. Namun pengembaliannya tidak bisa serta merta dilakukan karena sudah masuk kas negara. Kami harus urus ke Depkeu dulu," papar Gatot.
Gatot sendiri tak mau kalau pencabutan izin ini terus ditunda maka citra Kominfo dan Postel akan tercoreng. "Kami tak mau jadi bad image dan orang jadi mengikuti jejak internux dengan berlomba menyicil. Selain PNBP jebol, kami juga akan disalahkan auditor BPK."
Internux dikenal sebagai penyedia jasa internet di Makassar. Ketika tenggat waktu pertama pembayaran jatuh tempo, perusahaan ini mengulur waktu dengan menanyakan kesiapan perangkat dalam negeri untuk teknologi BWA.
Kabar beredar kepemilikan saham di perusahaan ini sekarang didominasi oleh perusahaan asal Korea Selatan.
Kominfo dan Postel sendiri sejauh ini baru menerima kewajiban pembayaran BHP frekuensi dari para pemenang tender BWA non-konsorsium yaitu PT Telkom, PT Indosat Mega Media, PT First Media, PT Berca Hardayaperkasa dan PT Jasnita Telekomindo.
Sedangkan pembayaran lainnya yang ditunggu oleh pemerintah dari pemenang berbentuk konsorsium. Kedua pemenang itu adalah Konsorsium Wireless Telecom Universal (WTU) serta Konsorsium Comtronics Systems dan Adiwarta Perdania.
WTU sendiri telah menyatakan siap membayar denda sebesar Rp 100 juta karena keterlambatan pembayaran dan akan melunasi kewajibannya sebesar Rp 5 miliar.
Pencabutan akan dilakukan karena pemenang tender Wimax di pita 2,3 GHz itu gagal membayar kewajibanupfront fee dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi pada negara.
Menurut Kepala Pusat Informasi Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa Broto, pencabutan izin Internux akan dilakukan dalam waktu dekat setelah pihak Kominfo dan Ditjen Postel selesai melakukan investigasi dan verifikasi.
"Verifikasi perlu dilakukan sebelum pencabutan supaya tidak ada gugatan balik nantinya. Ini prosedur standar,"
Internux sendiri akan dibatalkan kemenangannya karena dinilai gagal membayar kewajiban hingga batas akhir peringatan ketiga yang dikeluarkan pemerintah pada 20 Februari 2010.
"Kami sempat menerima pembayaran dari Internux pada tanggal 19 Februari lalu, namun ternyata jumlahnya tidak sesuai dengan nilai yang harus dibayarkan. Di dalam aturan tidak dibolehkan untuk mencicil," kata Gatot.
Meski demikian, Kominfo dan Postel akan melakukan verifikasi terlebih dulu sebelum mencabut. Internux yang memenangkan zona BWA di Jabodetabek memiliki kewajiban untukupfront fee sebesar Rp 110,033 miliar. Belum termasuk BHP frekuensi.
"Siapa tahu mereka sudah transfer. Tapi kalau ternyata belum masuk, izin akan langsung dicabut dan uang mereka akan dikembalikan. Namun pengembaliannya tidak bisa serta merta dilakukan karena sudah masuk kas negara. Kami harus urus ke Depkeu dulu," papar Gatot.
Gatot sendiri tak mau kalau pencabutan izin ini terus ditunda maka citra Kominfo dan Postel akan tercoreng. "Kami tak mau jadi bad image dan orang jadi mengikuti jejak internux dengan berlomba menyicil. Selain PNBP jebol, kami juga akan disalahkan auditor BPK."
Internux dikenal sebagai penyedia jasa internet di Makassar. Ketika tenggat waktu pertama pembayaran jatuh tempo, perusahaan ini mengulur waktu dengan menanyakan kesiapan perangkat dalam negeri untuk teknologi BWA.
Kabar beredar kepemilikan saham di perusahaan ini sekarang didominasi oleh perusahaan asal Korea Selatan.
Kominfo dan Postel sendiri sejauh ini baru menerima kewajiban pembayaran BHP frekuensi dari para pemenang tender BWA non-konsorsium yaitu PT Telkom, PT Indosat Mega Media, PT First Media, PT Berca Hardayaperkasa dan PT Jasnita Telekomindo.
Sedangkan pembayaran lainnya yang ditunggu oleh pemerintah dari pemenang berbentuk konsorsium. Kedua pemenang itu adalah Konsorsium Wireless Telecom Universal (WTU) serta Konsorsium Comtronics Systems dan Adiwarta Perdania.
WTU sendiri telah menyatakan siap membayar denda sebesar Rp 100 juta karena keterlambatan pembayaran dan akan melunasi kewajibannya sebesar Rp 5 miliar.
0 komentar:
Posting Komentar